Sunday, October 30, 2011

cerita panas dengan adiku 1

Namaku Ratih, umurku 21 tahun. Aku tinggal di sebuah kawasan perumahan di Yogyakarta. Aku sekarang sgilag kusarih di sebuah universitas negeri tersohor. Asalku sendiri sebenarnya dheri Surabaya. Orang tuaku cukup kaya sehingga semua kebutuhanku terpenuhi di sini. Adikku juga di sekolahkan di sini, di sebuah SMU Negeri tersohor di Yogyakarta. Jadi kami berdua mengontrak sebuah rumah, gak begitu besar tetapi cukup lengkap. Ada TV, mesin cuci, kulkas, motor untuk masing-masing, komputer dan sambungan internet, dan fasilitas lain yang cukup membikin hidupku tidak kekurangan suatu apapun. Adikku bernama Dody, kelas dua SMU. Anaknya besar, cenderung bongsor tapi nggak gemuk. Tingginya sekarang saja telah hampir 175 cm. Tubuhnya tegap dan atletis. Sgilag aku sendiri sekitar 165-167 cm, wajahku termasuk mengnafsukan (buktinya banyak sekali yang mengejar-ngejar aku), tubuhku agak kurus sedikit, tapi toketku tumbuh sempurna.





Sebenarnya aku cuma mempunyai satu adik laki-laki dan satu kakak perempuan. Jadi kami sekeluarga ada 3 orang. Dody ialah anak pamanku yang meninggal sekeluarga dalam kecelakaan tragis, kecuali Dody ini yang detik itu masih berumur kurang dheri dua bulan. Papa mengambilnya dan memeliharanya sejak kecil. Hanya aku dan kakakku yang tahu kalau dia ini sebenarnya adik angkat. Bahkan Dody sendiri sampai sekarang belum tahu bahwa dia ini ialah anak angkat. Keharuan kami sekeluarga atas nasibnya membikin nyheris tak pernah ada diskusi tentang masalah itu dan menganggapnya sebagai si bungsu.



Dody ialah saudara yang paling akrab denganku. Kadang-kadang kami bercandanya kelewatan, kalau dulu mama sering marah, karena dia sering mengunci pintu kamar mandi kalau aku sgilag mandi, atau kami berduel seperti layaknya dua orang anak laki-laki. Berguling-guling di karpet sampai papa membentak keras karena acara nonton bolanya terganggu, dan kami digiring untuk tidur segera. Kamarku satu kamar dengannya, ketika itu Dody masih kecil. Ketika aku ke Yogyakarta untuk kusarih, Dody masih kelas tiga SMP. Ketika itu aku masih kost, dan mengontrak rumah, setahun kemususan Dody dikirim ke sini untuk sekolah SMA di sini. Karena dia pandai dan mempunyai NEM tinggi, dia diterima di sebuah sekolah Negeri ternama di Yogyakarta. Papa menghadiahkan sebuah motor kepadanya.



Seiring dengan masa sekolahku di sini, aku kena juga yang namanya panah asmara. Yang kuincar ialah seorang cowok kakak angkatanku. Namanya panggilannya Pin-pin, agak lucu kedengarannya, tapi orangnya benar-benar sempurna. Tinggi (mungkin lebih tinggi dheri Dody), badannya bagus banget, pintar sepertinya, dan dheri cerita-cerita yang pernah kudengar, dia bukanlah seorang mata keranjang.



Singkat kata, aku berpacaran dengannya. Tapi seperti yang digheriskan papa, aku tidak boleh begini tidak boleh begitu. Semuanya aku turuti. Untungnya Pin-pin rupanya memang benar-benar cowok yang sempurna, dia cuma berani mencium, meskipun di bibir, tapi tak pernah terus gerilya. Sampai setahun, aku dan Pin-pin terus langgeng saja, dan selama itu tidak ada yang berubah di dalam pengetahuan tentang seks-ku. Artinya aku betul-betul seorang cewek lugu dan polos. Nasihat papa rupanya baru aku tahu dikemususan hheri, rupanya tidak mempan ke Dody. Bayangkan saja, dikemususan hheri ada adegan yang membikinku memandang lain padanya. Pacarnya banyak sekali, dan ganti-ganti pula. Sering dia mencuri-curi waktu mengajak pacar-pacarnya ke rumah detik aku sgilag kusarih. Padahal dia baru kelas 2 SMA.



Kejasusannya begini. Sore itu sekitar pukul 14.00 aku bteriakkat ke kampus untuk mengikuti tutorial, kali ini aku tidak menggunakan motorku sendiri tapi dijemput oleh Pin-pin, pakai Honda Tiger-nya. Dody baru bangun tidur, dan seperti biasa aku cium pipinya terus acak-acak rambutnya dan pamit.

“Bteriakkat dulu ya!”

“Hmm”, wajahnya yang kusut baru bangun, menggeletak lemas di atas meja makan, matanya menatap layar TV, menetap Sarah sgilag siaran.

“Mbak, bawa oleh-oleh ya!”

“Ya nanti tak bawain kucing! Ha.. ha.. ha”, sambil berlheri aku keluar rumah.

“Makan tuh kucing..”



Pin-pin telah siap dengan motornya dan segera kami bteriakkat. Berhubung jarak antara rumah dan sekolah cukup jauh, maka aku bteriakkat setengah jam sebelum jam tutorial dimulai. Saat mau masuk ke halaman kampus, baru ingat aku lupa tidak membawa diktat rekanku. Padahal besok mau dipakai ujian. Tanya sana-sini, secara tidak sengaja tutorialnya diundur satu jam lagi, padahal pula Pin-pin wajib segera balik. Akhirnya aku minta susanterin sampai rumah saja terus nanti ke sininya bteriakkat sendiri.



Sampai depan rumah, pintu tertutup, garasi pun demikian. Aku berusaha membukankah tetapi dikunci. Akhirnya aku buka pintu depan dengan kunciku sendiri. Aku bertanya-tanya apakah Dody keluar kok rumah dikunci begini. Aku segera masuk ke kamar. Aku heran kok pintu kamarku terkuak sedikit. Tanpa berpikir apa-apa aku segera membukankah dan mengambil buku dilaci meja. Ketika aku bergerak tanganku menyentuh monitor komputerku. Lagi-lagi aku heran, kok panas. Tapi sekali lagi karena buru-buru aku memasukkan diktat itu ke dalam tas dan ketika berbalik aku tertegun menyaksikan pemandangan di depanku.



Dody, bercelana pendek tanpa baju berjongkok di bawah cantolan jaketku, sedangkan di sebelahnya berjongkok meringkuk pula seorang cewek, yang sepertinya masih SMU atau malah SMP. Bahunya terkuak, dadanya ditutupinya dengan kaos biru milik di Dody, pacuma terkuak, dan karena posisi jongkoknya, aku melihat segheris lipatan selangkangannya yang masih belum ditumbuhi bulu terlihat berkilat basah membesarik terkena himpitan pacuma. Terlihat jelas, bahwa tanpa kaos biru itu dia telanjang bulat. Dody sendiri meskipun pakai celana pendek, tak sanggup menutupi tonjolan yang tampak makin keras di balik celana pendeknya itu, di ujungnya tampak noktah bening di kain celananya.



Keduanya berwajah panik karena tidak menyangka aku datang secepat itu. Aku terdiam beberapa detik seakan tak percaya adik keakunganku bisa berlaku seperti itu. Aku detik itu pun tak tahu wajib bagaimana bertindak, keduanya benar-benar seperti tikus di pojok ruangan dikepung oleh kucing. Aku melihat lagi ranjangku, baru sadar ada yang tidak beres. Biasanya aku selalu meninggalkan ranjang dalam keadaan rapi, tapi kali ini di permukaannya tampak kusut-kusut yang tampak sedikit lembab. Kali ini aku benar-benar marah.



“Kasarin ngapain di kamarku?” aku berkata nyheris membentak.

Sepertinya kalimatku ini untuk Dody. Dody berdiri, dan menunduk. Sekilas aku melirik selangkangannya. Sepertinya dia masih belum reda, terlihat dheri bentuk permukaan celananya yang tampak mencuat oleh sesuatu dheri dalam. Sementara pacarnya seperti mau menangis, dia menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya dan menempelkan lututnya.

“Belum.. ngapa-ngapain kok!”



Aku memegang telinganya dan menherik keluar keduanya dheri dalam kamarku.

“Kamu bisa balik sendiri tho, Dik!” aku berkata setengah membentak pada rekan ceweknya itu. Dia sesenggukan berdiri dan setengah berlheri masuk ke kamar Dody seperti telah biasa saja dan sebentar kemususan keluar dengan menggunakan baju sekolah. Benar dia masih SMP, Dody akan bergerak menolong tapi melihat pandanganku dia hentikan dan menunduk. Ceweknya itu (di kemususan hheri aku ketahui namanya ialah Chintya, murid sebuah SMP swasta), keluar dheri pintu depan dan berlheri di jalan depan rumah.



“Duduk!”

“Sudah berapa kali kamu melakukan itu?”

“Kamu udah begituan beneran?” dan berondongan pertanyaan lain yang seperti senapan mesin tak sanggup membikinnya menjawab. Dody, masih bertelanjang dada, duduk di depanku, menunduk dan beberapa detik kemususan tangisnya meledak. Saat itu aku tiba-tiba jatuh kasihan padanya. Meskipun bongsor, kalau pas begini ya keluar bungsu-nya.



Tiba-tiba yang terbayang olehku, paman, tante, sepupu-sepupuku yang telah tiada. Ini cukup membikinku bangun dheri dudukku dan duduk di sebelah kirinya dan mendekapnya erat. Semakin dipeluk, makin keras tangisnya, aku mengelus-elus rambut dan bahunya. Dody sendiri mendekapku sambil terasa di dadaku sesenggukannya tepat di tengah-tengah di antara toketku. Kaki kanannya tteriakkat diletakkan di atas pahaku, sehingga aku bisa merasakan kontol kemaluannya. Agak lama dia sesenggukan itu, aku sesekali memberikan apa yang papa berikan padaku, dan yang tak kurasakan bahwa kontolannya itu makin keras tepat segheris dengan pahaku. Dia masih berada di antara kedua toketku.



Lama baru aku sadheri, apa yang terjadi. Anak ini, sama kakaknya sendiri berani begitu. Aku mendorongnya perlahan, agar dia tidak tersinggung. Dan segera masuk kamar. Aku tidak berani ke atas ranjang, jangan-jangan di atasnya telah ada noda-noda itu. Dan cuma duduk di atas kursi di depan komputer dan menyalakannya. Ketika telah menyala, ketika telah keluar windowsnya. Eh, tiba-tiba ada tampilan Mpeg, aku curiga dan sedikit iseng menggerakkan mouse-ku untuk mengklik tanda play.



Gambar pertama yang tampil sangat membikinku syok. Terlihat seorang bule sgilag memegang kontol kemaluannya. Dheri ujungnya itu keluar sesuatu seperti cairan berwarna putih, jatuh ke lidah seorang cewek di depannya yang sgilag menjulur-julurkan lidahnya. Dalam pikiranku pertama, bahwa itu ialah air pipis, dan seketika aku mual dan berlheri masuk kamar mandi dan muntah. Selesai membersihkan diri aku kembali masuk kamar dan baru ingat aku belum mematikan komputer dan program itu, kali ini tontonannya seorang pria bule sgilag memasuk-masukkan kontol kemaluannya ke saring kemaluan seorang cewek. Batang kemaluannya besar sekali. Ceweknya terlihat kesakitan dalam pandanganku. Aku segera mematikan komputer dan menekan tombol eject CD ROM serta mengambil isinya keluar.

“Dody, ini VCD-mu!” aku melemparkan VCD itu sehingga jatuh di lantai.

Dody masih sesenggukan di sofa ruang tengah.



Jadilah sore hheri itu aku tidak masuk tutorial, dan mencuci spreiku yang lembab dan basah itu. Peristiwa pertama itu sebulan dua bulan pertama memang masih membekas dengan kuat di ingatanku. Aku jadi jarang bermanja-manja sama adikku ini. Biasanya sambil nonton TV aku biasa tidur-tiduran di atas pacuma atau kalau dia nontonnya sambil tiduran tengkurap di karpet, aku menungganginya dan berpura-pura sgilag naik perahu di atas punggungnya. Atau kadang-kadang dia dengan lembut tertidur di pangkuanku. Dody pun, jadi canggung mau berkata-kata kepadaku, biasanya kalau ada apa-apa selalu saja diceritakannya kepadaku.



Seiring dengan berlalunya waktu, aku mulai menganggap bahwa Dody telah berubah dan aku mulai kembali seperti semula bersikap kepadanya. Demikian pula dia. Entah karena apa, aku mulai memasuki ruangan yang dinamakan seks itu. Ketika dicium Pin-pin kalau dulu biasa-biasa aja, sekarang mulai terasa perasaan lain seperti ingin dipeluk erat setiap kali dicium di bibir. Atau setiap kali membonceng naik motor, kalau dulu aku menempelkan dadaku ke punggungnya dengan cuek tanpa rasa apapun, sekarang sentuhan lembut saja dheri jaketnya terasa ada rasa enak yang aneh. Apalagi ketika mandi, kalau dulu membersihkan dan menyabun area selangkanganku terasa biasa saja seperti halnya menyabun siku atau telapak tangan, sekarang sentuhan-sentuhan itu menimbulkan rasa lain bagiku.



Sebenarnya secara fisik dan seksual baru aku sadheri adikku ini memang mengnafsukan. Kami mulai biasa berbincang-bincang terus tteriak seperti dulu lagi. Suatu ketika aku memergokinya sgilag onani tapi dia tidak tahu kalau aku tahu. Dia melakukannya di kamar mandi belakang yang sebenarnya bukan kamar mandi tapi tempat cuci. Saat itu minggu pagi, aku jogging bersama rekan-rekan, detik balik suasana rumah kosong lagi. Bayangkanku Dody masih tidur, aku terus ke belakang untuk menjemur sepatu, detik lewat dekat tempat cuci aku melihat kepala Dody, wajahnya tampak serius sekali, sesekali menengadah.



Perlahan-lahan aku mendekatinya dan melihatnya dheri balik rooster beton. Ketika tampak semua badannya, aku kembali tertegun, tapi kali ini bukan dengan amarah, tetapi dengan rasa ingin tahu yang makin tinggi. Dheri balik lubang roster beton aku melihat tontonan yang tak terlupakan seumur hidupku, dan begitu terekam secara kuat dalam ingatanku sampai sekarang. Dody dalam posisi berdiri, pantatnya bersandar sebagian ke pinggiran bibir sumur.



Dia menggunakan kaos oblong dalam warna putih, bagian bawahnya terlipat ke atas sebagian sehingga menampakkan perutnya. Yang mencekamku tapi justru membikinku terpaku ialah pemandangan di bawahnya. Celana pendeknya merosot sampai dekat lutut, sebagian celana dalamnya masih menutupi pantatnya, tapi bagian depannya tertherik ke bawah sehingga menekan sebagian buah zakarnya ke atas. Tangan kirinya memegangi botol lotion (kalau nggak salah Sheri Ayu, dan itu milikku!) dan menempel di paha kirinya. Sgilagkan sebagai fokus ialah tangan kanannya membentuk genggaman seperti sgilag memegang raket dan bergerak-gerak teratur mengurut-urut kontol kemaluannya yang tampak berkilat. Tubuhnya sedikit membungkuk ke depan dan tampak dheri tangan dan sebagian anggota tubuhnya yang lain yang tidak tertutupi oleh baju, seperti makin keras dan menggelinjang. Aku gak pernah berimajinasi ada adegan seperti itu. Sebenarnya dheri membaca aku telah mempunyai pengetahuan tentang seks umumnya dan organ-organ vital laki-laki khususnya. Tetapi menyaksikan sendiri semuanya memberi perasaan yang sulit terungkapkan.



Aku terdiam di balik roster itu dan menyaksikan adikku sendiri sgilag melakukan itu. Lagi pula tak pernah terbayangkan kemaluannya itu yang dulu waktu masih kecil begitu lucu sekarang bisa sebesar itu. Pokoknya perasaanku detik itu betul-betul campur aduk tak karuan. Kali ini tiba-tiba aku melihatnya sebagai laki-laki dewasa yang tampak sgilag terengah-engah. Gerakan mengurutnya tampak makin cepat, kulit kontolnya yang tampak coklat tua bersemu merah ikut tertherik-therik seiring gerakan mengurutnya. Kepala kontolnya yang tampak seperti jamur mteriak tampak mengkilat lucu. Sesekali dia menambahkan lotion-ku ke tangan kanannya dan meratakannya di tangan dan terus bergerak mengurut (di kemususan hheri baru aku ketahui kalau gerakan itu diistilahkan mengocok, padahal kan sebenarnya itu gerakan mengurut).



Wajah Dody tampak tidak seperti Dody yang kukenal, yang masih tampak imut-imut meskipun secara fisik dia bener-benar telah dewasa. Tubuhnya berkeringat sebagian terlihat di leher, dahi dan tangannya. Sesekali dia menengadahkan kepalanya. Nafasnya tertahan-tahan terdengar sampai di tempatku berdiri. Semakin cepat dan makin cepat.



Tak berapa lama kemususan gerakannya melambat beberapa detik dibarengi oleh suaranya yang terdengar seperti mengteriak atau mendesah. Tubuhnya menekuk ke depan sehingga nyheris mendekatkan pusarnya ke ujung kontolnya. Gerakan tangan kanannya kemususan tiba-tiba bergerak dengan cepat sekali dan sekian detik kemususan aku menyaksikan dheri ujung kontolnya keluar cairan berwarna putih atau sedikit kekuningan yang menyemprot-nyemprot seperti orang meliur tapi banyak sekali dan berjatuhan kelantai cuci. Otot di tangannya tampak makin keras, begitu juga pantat di balik celana dalamnya tampak menggelinjang sehingga terlihat dheri samping seperti memanpat ke dalam. Aku sendiri tiba-tiba merasakan getaran-getaran aneh di tengkuk, perut maupun area selangkanganku setelah menyaksikan adikku sgilag meregang di sana. Itu cukup membikinku terdiam dan baru tersadar ketika Dody bergerak dan sepertinya akan masuk rumah. Aku tiba-tiba panik dan tiba-tiba saja bergerak ke dalam rumah dan masuk kamar, menutup pintu perlahan terus rebahan di ranjang, tengkurap.



Bersambung…

No comments:

Post a Comment